Masa Pra-Kolonial
Pada masa sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat, pendidikan di Nusantara didominasi oleh sistem pendidikan tradisional yang berfokus pada pengajaran agama dan keterampilan hidup. Guru pada masa ini dikenal dengan sebutan "kyai" atau "ulama" di lingkungan masyarakat Islam, "pandita" di lingkungan Hindu-Buddha, dan "residen" di masyarakat adat. Mereka memberikan pendidikan di tempat-tempat seperti pesantren, padepokan, atau balai-balai desa.
Masa Kolonial Belanda
Ketika Belanda mulai menguasai Nusantara pada abad ke-17, sistem pendidikan mulai berubah. Pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah-sekolah dengan tujuan mendidik anak-anak priyayi atau kalangan elit untuk menjadi pegawai pemerintah kolonial. Pada akhir abad ke-19, mereka mulai memperluas pendidikan ke kalangan pribumi.
Guru pada masa kolonial disebut sebagai "Goeroe" dalam bahasa Belanda. Mereka umumnya adalah lulusan sekolah guru (Kweekschool) yang didirikan oleh pemerintah Belanda. Namun, pendidikan ini terbatas dan lebih berfokus pada aspek administrasi daripada memberikan pendidikan yang mendalam. Guru-guru ini juga mendapatkan pengawasan ketat dari pemerintah kolonial untuk memastikan bahwa pendidikan yang diberikan tidak mendorong pemikiran kritis atau pemberontakan.
Masa Kebangkitan Nasional
Pada awal abad ke-20, kesadaran nasional mulai bangkit, dan pendidikan menjadi salah satu bidang penting dalam pergerakan ini. Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan, mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922, sebuah sekolah yang memberikan pendidikan berdasarkan nilai-nilai budaya Indonesia dan melawan dominasi pendidikan kolonial.
Guru-guru di Taman Siswa dan sekolah-sekolah lainnya yang sejenis dididik untuk menjadi pendidik yang juga berperan sebagai agen perubahan sosial dan budaya. Guru tidak hanya mengajarkan pengetahuan tetapi juga menanamkan semangat kebangsaan dan kesadaran akan pentingnya kemerdekaan.
Masa Kemerdekaan dan Orde Lama
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, pendidikan menjadi salah satu prioritas utama pemerintah. Pada masa ini, guru-guru memainkan peran penting dalam membangun bangsa yang baru merdeka. Pemerintah mendirikan lebih banyak sekolah dan lembaga pendidikan guru untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga pendidik yang meningkat.
Pada masa Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, pendidikan diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila dan memiliki semangat nasionalisme. Guru-guru diharapkan menjadi teladan dan pelopor dalam membentuk karakter bangsa.
Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru (1966-1998), pemerintahan Presiden Soeharto memusatkan perhatian pada pembangunan ekonomi dan stabilitas politik, termasuk dalam bidang pendidikan. Guru-guru didorong untuk mendukung program-program pemerintah, dan pendidikan difokuskan pada pencapaian target-target pembangunan nasional.
Guru di masa ini juga dilibatkan dalam program Inpres (Instruksi Presiden), yang bertujuan meningkatkan angka melek huruf dan pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia. Namun, peran guru sering kali dibatasi oleh kontrol politik yang ketat.
Masa Reformasi dan Era Modern
Setelah jatuhnya Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia memasuki era Reformasi, di mana kebebasan berpendapat dan demokrasi lebih dihargai. Dalam konteks ini, guru mulai mendapatkan lebih banyak ruang untuk inovasi dalam pendidikan. Peran guru juga semakin dihargai dengan adanya berbagai program peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru, seperti sertifikasi guru dan peningkatan gaji.
Pemerintah juga mulai lebih serius menangani masalah-masalah dalam dunia pendidikan, seperti disparitas pendidikan antara kota dan desa, kualitas pendidikan, dan akses terhadap pendidikan. Guru di era ini diharapkan tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing dalam proses belajar siswa.
Kesimpulan
Sejarah guru di Indonesia adalah cerminan dari perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi di negeri ini. Dari peran sebagai pendidik tradisional hingga menjadi agen perubahan sosial dan pelaksana kebijakan pendidikan nasional, guru telah dan akan terus menjadi pilar utama dalam pembangunan bangsa melalui pendidikan. Peran mereka semakin dihargai dan ditingkatkan seiring dengan perkembangan zaman dan tantangan yang dihadapi dunia pendidikan.
- IGI bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru di Indonesia melalui berbagai program pelatihan, pengembangan, dan sertifikasi
- IGI menyelenggarakan pelatihan, workshop, dan seminar untuk pengembangan kompetensi guru dalam berbagai aspek, termasuk pedagogi, teknologi pendidikan, dan manajemen kelas
- IGI terbuka untuk semua guru, baik yang berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil) maupun non-PNS, dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
- Secara keseluruhan, Ikatan Guru Indonesia (IGI) merupakan organisasi yang berfokus pada pengembangan profesional guru, peningkatan kualitas pendidikan, dan advokasi hak-hak guru di Indonesia.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar